Kamu sadar nggak sih, kenapa hotel di Indonesia jarang sekali menyediakan guling untuk tamu hotelnya? Coba deh kamu liatin hotel-hotel, terutama hotel yang cukup bagus dan berbintang, sulit sekali menemukan guling di kamar hotel. Bahkan bisa dibilang hampir tidak ada yang menyediakannya. Kira-kira alasannya apa ya?
Bagi orang Indonesia, guling semacam teman tidur yang wajib ada di kasur, termasuk kasur hotel sekalipun. Guling itu nyaman untuk dipeluk (meksipun jomblo, hiks) juga bisa meningkatkan kualitas tidur. Manfaat lain bisa melancarkan peredaran darah serta bikin tidur lebih sehat. Lalu kenapa sih nggak ada guling di kamar hotel. Hipwee Travel akan memberikan beberapa alasan, silakan kamu pilih alasan mana yang paling logis. Oke yuk kita bahas.
1. Kiblat hotel adalah gaya hidup western. Jadi dalam pelayanan hotel ala barat tidak dikenal istilah guling
Guling muncul ketika Belanda menjajah Indonesia beberapa ratus tahun lalu. Tentara Belanda yang dikirim ke sini harus tinggal selama 1-3 tahun. Mereka harus meninggalkan istri dan keluarganya di Belanda sehingga libido mereka harus tetap disalurkan. Sehingga mereka mencari ‘gundik’ atau Nyai yang bisa menemani tidur. Tapi tidak semua demikian. Ada yang bikin semacam teman tidur yang bisa dipeluk. Akhirnya lahirlah guling yang sering disebut juga sebagai ‘Dutch Wife’ yang dianggap sebagai istri mereka dan bisa dipeluk saat tidur. Jadi guling praktis cuma terkenal di Belanda dan Indonesia, meski guling juga sudah dikenal di beberapa negara lain.
Kiblat pembangunan hotel di Indonesia juga mengacu pada hotel-hotel di barat. Dalam service hotel ala barat, tidak dikenal adanya guling. Jadi hotel di Indonesia pun juga tidak menyediakan guling. Meskipun ada beberapa yang menyediakan.
2. Guling bisa jadi sangat tidak higienis karena dipeluk oleh tamu-tamu sebelumnya. Banyak tamu yang jijik dengan guling karena dianggap kotor
Bayangkan saja, tamu-tamu hotel bisa datang dari bermacam-macam kalangan. Berbeda dengan bantal yang cuma kena kepala, guling bisa ‘diapa-apakan’ oleh tamu hotel. Bisa dipeluk atau dimain-mainkan, apalagi banyak juga tamu yang tidur dengan tanpa mengenakan busana. Gesek-gesekan antara kulit manusia yang bermacam-macam dengan guling bikin benda yang satu ini kotor banget. Apalagi kalau tamunya nggak mandi atau punya penyakit kulit. Nggak heran kalau tamu hotel jijik dengan guling, ya meskipun sudah dicuci tetap rasanya nggak higienis.
3. Orientasi tamu hotel adalah turis. Turis asing tidak mengenal istilah guling bahkan tidak tahu ada benda seperti itu
Turis asing adalah pelanggan hotel yang berasal dari berbagai negara. Di negara lain tidak ditemui, atau hampir jarang ditemui sesuatu benda bernama guling. Ada sih bentuk semacam guling tapi untuk landasan leher atau punggung. Bukan dikelonin seperti guling. Kalau turis aja nggak tahu dan nggak butuh, ngapain disediakan guling? Nambah biaya lagi dong buat hotelnya.
4. Tamu yang menginap di hotel biasanya membawa pasangan. Hal itu yang bikin guling tidak terlalu bermanfaat lagi. Hehehe
Kalau mendengar kata hotel, apa yang kamu bayangkan? Entah kenapa hotel identik sekali dengan tempat menginap pasangan lawan jenis. Baik yang sudah menikah atau belum (bule-bule kan kebanyakan sama pacarnya). Kalau nggak pasangan pun biasanya bersama teman atau keluarga. Jarang ‘kan datang ke hotel cuma sendirian di kamar? Hehehe. Kecuali tamunya jomblo ya. Persepsi yang terbangun di hotel adalah tamu membawa pasangan. Jadi gulingnya buat apa kalau ada ‘guling’ yang bisa dipeluk beneran? Hehehe. Cuma menuh-menuhin kasur aja sih.
5. Di beberapa hotel ada, tapi memang tidak disediakan di kamar. Kalau kamu minta biasanya akan diberikan kok
Di Indonesia sendiri sebenarnya ada kok hotel yang menyediakan guling di kamar hotel. Namun ada juga yang punya guling namun menunggu request atau permintaan dari tamu hotel. Tapi mayoritas tidak punya guling. Terpaksa deh bantal dijadiin guling. Hehehe.
Gimana, rasa penasaran kamu sudah terjawab belum? Hehehe.