Pemerintah Jepang sedang melakukan reformasi besar pada kebijakan perjalanan internasional yang berdampak langsung pada wisatawan Indonesia. Sejak Mei 2025, Jepang memperluas akses eVisa untuk wisatawan dari Indonesia, Filipina, dan Vietnam, yang selama ini menjadi tiga negara dengan jumlah pelancong terbesar ke Jepang di Asia Tenggara.
Dengan sistem baru ini, proses pengajuan visa lebih cepat dan efisien. Jika sebelumnya aplikasi visa Jepang bisa memakan waktu 7–10 hari kerja, kini eVisa dapat diproses hanya dalam 2–3 hari kerja. Persyaratan dokumen juga semakin sederhana. Misalnya, bagi wisatawan yang sudah sering berkunjung ke Jepang atau negara G7, beberapa dokumen tambahan seperti pernyataan keuangan atau surat sponsor tidak lagi diwajibkan.
Selain itu, Jepang juga sedang mempersiapkan sistem baru bernama JESTA (Japan Electronic System for Travel Authorization) yang rencananya akan diluncurkan pada akhir 2025. JESTA ini mirip dengan sistem ESTA (AS) atau ETA (Kanada, Korea Selatan), di mana wisatawan yang masuk tanpa visa (visa exemption) tetap wajib mendaftar secara daring untuk mendapatkan otorisasi perjalanan sebelum keberangkatan.
Bagi Indonesia, kebijakan ini penting karena sebagian wisatawan WNI yang berangkat dengan kelompok tur tertentu selama ini dapat memanfaatkan visa waiver. Nantinya, mereka akan tetap wajib melakukan registrasi di JESTA meskipun tidak perlu mengajukan visa manual. Hal ini memungkinkan pemerintah Jepang untuk melakukan screening awal terhadap penumpang, memperkuat aspek keamanan, dan mencegah masuknya wisatawan ilegal.
Kedua kebijakan ini (eVisa dan JESTA) diharapkan akan mendukung target Jepang menarik lebih dari 35 juta wisatawan internasional pada tahun 2025, sekaligus menjaga kelancaran proses imigrasi di bandara besar seperti Haneda, Narita, Kansai, dan Chubu.